Belajar dari Ale Rasa Beta Rasa, untuk pupuk Persaudaraan kita
Sembari menghitung daerah-daerah
di seantero negeri Indonesia, saya disuguhi satu keindahan tersendiri. Keindahan
pulau yang luar biasa. Namanya Maluku. Bukan hanya pulaunya,
kehidupan masyarakat setempat berjalan baik setiap harinya. Ada yang unik di
negeri ini yaitu salah satu prinsip hidup masyarakatnya. Menjadi tegas, untuk
dikatakan bahwa Maluku punya prinsip“ale
rasa beta rasa”. Serius memperhatikan kehidupan yang berkembang
di masyarakat,
tentu kita ingin melanjutkan untuk mengetahui seperti apa dan untuk apa artinya
dari prinsip yang disokong dalam hidup orang
bersaudara di Maluku. Ale rasa beta rasa
kalau di Indonesiakan itu, kamu rasa, saya juga
rasa. Artinya , apa yang orang alami, harus di bantu juga oleh kita sebagai orang bersaudara di Maluku. Bermakna mirip Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetap satu. Meskipun
berbeda status, agama, kebudayaan hingga latar belakang, membuat kita
tetap memiliki satu latar depan
bernama persaudaraan. Prinsip ini memang
sangat esentif, penuh makna untuk
tetap hidup di bumi eksotis ini.
Hamparan daerah
berjulukan seribu pulau ini,begitu menyimpan makna. Masyarakatnya yang selalu
menjaga hubungan persaudaraan tak pernah lelah dalam mengkampanyekan pepatah
itu. Ale rasa beta rasa, seperti sudah mengakar, sampai saat ini. Masyarakat
tak pernah memandang berbagai perbedaan sebagai pemisah apalagi penghancur di
antara kehidupan mereka. Seperti berjelaga jika hidup tanpa persaudaraan. Memang
prinsip ini mujarab untuk dipakai sebagai pemersatu bangsa. Kita tidak bisa
memungkiri bahwa, ikatan masyarakat yang dibangun tak pernah cenderung
mematikan kesatuan negara tercinta,Indonesia. Bagaimana tidak, konsep hidup ale
rasa beta rasa telah lama menjadi alat pemersatu baik dalam satu daerah, antar daerah, maupun antar agama di Maluku.
Keberagaman di Maluku, mengajarkan
pada kita bahwa, semua orang harus merasa satu , bukan hanya satu yang merasa. Kelestarian persatuan bangsa akan
semakin baik jika kita semakin menyandingkan prinsip Ale rasa beta rasa dengan kehidupan kita seharian. Membangun ikatan
antar sesama daerah harus dibangun dari daerah sebagai alasan bahwa, semua
orang Indonesia adalah bersaudara, layaknya adik dan kakak. Realitasnya, kita
harus terus optimis secara kritis untuk menghidupi nilai-nilai solidaritas dari
berbagai daerah sebagai tonggak pembangunan nation
building. Sebab, akumulasi daripada persatuan masyarakat di daerah, merupakan tolak ukur integrasi kebangsaan kita. Jika
dalam lingkup daerah saja kita sudah tidak bersatu, lalu bagaimana lagi kita
akan bersatu sampat pada tingkat ke-Indonesiaan. Dengan begitu, patut untuk
setiap orang memiliki tanggung jawab moral untuk sama-sama mendorong
kekerabatan ke-Indonesiaan kita. Semua harus hidup akur dalam satu tenun kebangsaan.
Kearifan lokal di Maluku semisal, Ale
rasa, beta rasa pun demikian, harus tetap menyokong persatuan sebangsa dan setanah air
dalam kapasitas lokal keindonesiaan. Prinsip ini harus terus
dipupuk, hingga menubuh dengan khas dan terus hidup dalam masyarakat yang
sedinamis apapun.
Menurut I.H Wenno, “Ale rasa beta
rasa” memberi ruang bagi setiap orang Maluku untuk menikmati hidup
selayaknya manusia sebagai makhluk sosial, dan hidup tanpa tekanan atau
beban. Hidup di mana bentuk- bentuk perbedaan secara fisik dalam bentuk
suku, etnis, dan agama mencair dalam suatu solidaritas bersama yang muncul
melalui aktivitas saling tolong-menolong, rasa senasib, dan sepenanggungan.
Sikap hidup orang bersaudara
yangdemikian adalah fitrah manusiawi yang memang secara genealogis pun telah ada semenjak Adam dan Hawa dipertemukan.
Konsep Ale rasa beta rasa dapat menjadi rekonsiliasi atau pereda konflik
dalam Indonesia. Lumuran konflik dalam negeri, rekonsiliasi bisa dilakukan
dengan menanamkan kembali prinsip tersebut, dan juga merasa sepenanggungan
terhadap akibat konflik tersebut. Masyarakat sama-sama berkeinginan kuat untuk
membina kembali ikatan sosial. Harapan masyarakat untuk persatuan tentunya tak
akan hanya sekadar angan-angan jika prinsip Ale
rasa beta rasa semakin giat dipupuhkan.
Prinsip
ale rasa beta rasa juga melahirkan berbagai idiom yang
tentunya memiliki makna terdalam. Sebut saja
sagu salepeng pata dua, potong di
kuku rasa di daging, masohi, maupun Maluku
satu darah. Idiom ini dapat dipakai oleh kita sebagai bangsa Indonesia,
sebab begitu banyak tersimpan makna mendalam, misalnya Sagu salempeng pata dua memiliki makna bahwa meskipun dalam
keadaan yang susah sekalipun tetap berbagi.
Potong di kuku rasa di daging, timbul dari
ale rasa beta rasa memiliki makna
bahwa hubungan antar manusia bak’ satu tubuh. Jika tubuh lainnya merasakan
sakit, maka bagian tubuh lainnya akan
merespon bahkan turut merasakan.
Kita memang hidup dalam belantara perbedaan namun kita harus pegang prinsip
persatuan.
Dari ale Rasa beta rasa, kiranya kita dapat menghirup angin segar untuk
tetap hidup dalam kebersamaan. Ale rasa beta rasa menyiratkan pesan hangat,
pesan terdalam, pesan untuk kita terus belajar mencintai sesama kita, mencintai
Indonesia, bahwa Indonesia adalah akumulasi dari persaudaraan kita semua, dan
mari kita wariskan tidak hanya untuk kita yang hidup hari ini, tapi juga
untuk anak-anak kita dan anak-anak dari anak-anak kita dari anak-anak kita. Tetap Do’a and the best for peoples.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar